Posted by : Unknown
Minggu, 09 Agustus 2015
Warga
Desa Terban, Kabupaten Semarang memanfaatkan potensi pohon bambu yang ada di
wilayahnya untuk dijadikan bahan kerajinan tangan. Kemampuan membuat kerajinan
tangan ini didapatkan secara turun-temurun sejak dulu. Bahkan, anak-anak pun
sudah diajarkan sejak dini untuk menganyam bilah bambu menjadi berbagai
kerajinan tangan.
Kerajinan tangan yang biasanya
dibuat oleh warga adalah kerajinan tangan berupa peralatan rumah tangga,
seperti tenggok, kalo, dan besek. Peralatan rumah tangga ini terbuat dari bambu
yang sudah dipotong dan menjadi bilah-bilah tipis. Bilah-bilah ini lah yang
nantinya akan dianyam sedemikian rupa sehingga membentuk berbagai kerajinan
tangan. Warga biasanya menggunakan bambu apus. Bambu apus dipilih karena mudah
didapatkan dan hasil anyaman yang dihasilkan lebih baik.
Setiap harinya warga bisa menghasilkan
tiga sampai lima kerajinan tangan. “Tergantung kita rajin atau tidak
menyelesaikannya,” jelas Yaumi, warga Desa Terban yang juga menganyam anyaman
bambu di sela-sela waktunya. Warga Desa Terban memang menjadikan anyaman bambu
sebagai salah satu sumber penghasilan atau sekadar kegiatan untuk mengisi waktu
luang. Seperti yang dilakukan oleh Yaumi dan keluarganya yang tinggal di Dusun
Senggrong. Sehingga wajar saja jika kita mengunjungi wilayah ini, maka kita
akan melihat warga yang sedang mengayam anyaman bambu di depan rumahnya.
Hasil kerajinan tangan yang dihasilkan,
akan dijual ke pengepul. Setiap dua minggu sekali pengepul akan datang untuk
mengambil tenggok, kalo, atau pun besek yang sudah jadi. Harga jual ke pengepul
beragam, mulai dari Rp. 3 ribu sampai Rp. 25 ribu, tergantung dari ukuran
kerajinan tangan yang dihasilkan. Jika sudah ada di pasar, harga kerajinan
tangan warga Desa Terban menjadi lebih mahal. Jarak dan kemampuan pasar yang
kurang memadai menjadi alasan kenapa warga tidak menjual hasil kerajinan
tangannya secara langsung ke pasar.
Kerajinan turun-temurun yang
dihasilkan oleh warga Desa Terban menjadi salah satu potensi sosial yang ada di
masyarakat. Wajar saja, jika banyak orang tua yang mengajarkan anak-anaknya
untuk menganyam bambu. “Anak-anak diajari menganyam bambu sejak usia sekolah,”
kata Darmawan, warga Dusun Senggrong.
Nilai-nilai
kesederhanaan dan kesabaran ditanamkan warga Desa Terban kepada anak-anak
mereka ketika mengajarkan cara menganyam bambu. Bagaimana tidak, untuk
menghasilkan satu kerajinan tangan dibutuhkan ketelitian dan kesabaran.
Sehingga berlatih membuat anyaman bambu bagi anak-anak bisa mengasah kemampuan
konsentrasi, daya ingat, kesabaran, bahkan nilai-nilai kesederhanaan.
Nilai-nilai ini lah yang harus dilanjutkan oleh warga Desa Terban. Selain
sebagai salah satu sumber penghasilan, kerajinan bambu warga Desa Terban juga bisa
menjadi potensi daerah. (Wulan)